Selasa, 27 Maret 2012

PENCEMARAN AIR OLEH DETERJEN

Penyebab dan dampak pencemaran air oleh limbah pemukiman sepertinya menjadi salah satu sumber utama dan penyebab pencemaran air yang memberikan dampak paling kentara terutama pada masyarakat perkotaan di Indonesia. Limbah pemukiman (rumah tangga) yang menjadi salah satu penyebab pencemaran air diakibatkan oleh aktivitas manusia itu sendiri. Dan pada akhirnya pencemaran air ini juga memberikan dampak dan akibat merugikan bagi manusia itu pula. Salah satu penyebab pencemaran air adalah aktivitas manusia yang kemudian menciptakan limbah (sampah) pemukiman atau limbah rumah tangga.

Limbah pemukiman mengandung limbah domestik berupa sampah organik dan sampah anorganik serta deterjen. Sampah organik adalah sampah yang dapat diuraikan atau dibusukkan oleh bakteri seperti sisa sayuran, buah-buahan, dan daun-daunan. Sedangkan sampah anorganik seperti kertas, plastik, gelas atau kaca, kain, kayu-kayuan, logam, karet, dan kulit. Sampah anorganik ini tidak dapat diuraikan oleh bakteri (non biodegrable).

Selain sampah organik dan anorganik, deterjen merupakan limbah pemukiman yang paling potensial mencemari air. Padahal saat ini hampir setiap rumah tangga menggunakan deterjen. Penggunaan deterjen sebagai bahan pembersih dalam kehidupan sehari-hari semakin meningkat setiap tahunnya seiring dengan pertambahan jumlah penduduk. Deterjen merupakan bahan aktif permukaan (surfaktan) yang memiliki bagian komponen yang polar dan komponen yang nonpolar dalam molekulnya. Masalah yang ditimbulkan akibat pemakaian detergen terletak pada pemakaian jenis surfaktan dan gugus pembentuk. Akibat Surfaktan Di dalam air, sisa detergen harus mampu mengalami degradasi (penguraian) oleh bakteri-bakteri yang umumnya terdapat di alam. Lambatnya proses degradasi ini mengakibatkan timbulnya busa di atas permukaan air, dalam jumlah yang makin lama makin banyak. Hal ini disebabkan oleh bentuk struktur surfaktan yang dipakai. Jika struktur kimia berupa rantai lurus, gugus surfaktan ini mudah diuraikan. Sedangkan jika struktur berupa rantai bercabang, maka surfaktan ini sulit dipecahkan. Disamping itu masalah yang ditimbulkan oleh gugus pembentuk yaitu gugus ini akan mengalami hidrolisis yang menghasilkan ion ortofosfat. Kedua gugus ini sangat berpengaruh dalam proses eutrofikasi, yang bisa mengakibatkan tanaman alga dan tanaman air tumbuh secara liar. Surfaktan ini dapat mencemari lingkungan seperti dapat menurunkan kadar oksigen air sehingga organisme air kekurangan oksigen dan dapat menyebabkan kematian.

Selain itu air limbah detergen termasuk polutan karena didalamnya terdapat zat yang disebut ABS. Jenis deterjen yang banyak digunakan di rumah tangga sebagai bahan pencuci pakaian adalah deterjen anti noda. Deterjen jenis ini mengandung ABS (alkyl benzene sulphonate) yang merupakan deterjen tergolong keras. Deterjen tersebut sukar dirusak oleh mikroorganisme (nonbiodegradable) sehingga dapat menimbulkan pencemaran lingkungan (Rubiatadji, 1993). Lingkungan perairan yang tercemar limbah deterjen kategori keras ini dalam konsentrasi tinggi akan mengancam dan membahayakan kehidupan biota airdan manusia yang mengkonsumsi biota tersebut.

Penggunaan deterjen secara besar-besaran juga meningkatkan senyawa fosfat pada air sungai atau danau. Fosfat ini merangsang pertumbuhan ganggang dan eceng gondok. Pertumbuhan ganggang dan eceng gondok yang tidak terkendali menyebabkan permukaan air danau atau sungai tertutup sehingga menghalangi masuknya cahaya matahari dan mengakibatkan terhambatnya proses fotosintesis. Jika tumbuhan air ini mati, akan terjadi proses pembusukan yang menghabiskan persediaan oksigen dan pengendapan bahan-bahan yang menyebabkan pendangkalan.

Deterjen sangat berbahaya bagi lingkungan karena dari beberapa kajian menyebutkan bahwa detergen memiliki kemampuan untuk melarutkan bahan dan bersifat karsinogen, misalnya 3,4 Benzonpyrene, selain gangguan terhadap masalah kesehatan, kandungan detergen dalam air minum akan menimbulkan bau dan rasa tidak enak. Deterjen kationik memiliki sifat racun jika tertelan dalam tubuh, bila dibanding deterjen jenis lain (anionik ataupun non-ionik).

Ada dua ukuran yang digunakan untuk melihat sejauh mana produk kimia aman di lingkungan yaitu daya racun (toksisitas) dan daya urai (biodegradable). ABS dalam lingkungan mempunyai tingkat biodegradable sangat rendah, sehingga deterjen ini dikategorikan sebagai ‘non-biodegradable’.

Dalam pengolahan limbah konvensional, ABS tidak dapat terurai, sekitar 50% bahan aktif ABS lolos dari pengolahan dan masuk dalam sistem pembuangan. Hal ini dapat menimbulkan masalah keracunan pada biota air dan penurunan kualitas air. LAS mempunyai karakteristik lebih baik, meskipun belum dapat dikatakan ramah lingkungan. LAS mempunyai gugus alkil lurus/ tidak bercabang yang dengan mudah dapat diurai oleh mikroorganisme.

LAS relatif mudah didegradasi secara biologi dibanding ABS. LAS bisa terdegradasi sampai 90 persen. Akan tetapi prorsesnya sangat lambat, karena dalam memecah bagian ujung rantai kimianya khususnya ikatan o-mega harus diputus dan butuh proses beta oksidasi. Karena itu perlu waktu. Menurut penelitian, alam membutuhkan waktu sembilan hari untuk mengurai LAS. Itu pun hanya sampai 50 persen.

Detergen ABS sangat tidak menguntungkan karena ternyata sangat lambat terurai oleh bakteri pengurai disebabkan oleh adanya rantai bercabang pada spektrumya. Dengan tidak terurainya secara biologi deterjen ABS, lambat laun perairan yang terkontaminasi oleh ABS akan dipenuhi oleh busa, menurunkan tegangan permukaan dari air, pemecahan kembali dari gumpalan (flock) koloid, pengemulsian gemuk dan minyak, pemusnahan bakteri yang berguna, penyumbatan pada pori – pori media filtrasi.

Kerugian lain dari penggunaan deterjen adalah terjadinya proses eutrofikasi di perairan. Ini terjadi karena penggunaan deterjen dengan kandungan fosfat tinggi. Eutrofikasi menimbulkan pertumbuahan tak terkendali bagi eceng gondok dan menyebabkan pendangkalan sungai. Sebaliknya deterjen dengan rendah fosfat beresiko menyebabkan iritasi pada tangan dan kaustik. Karena diketahui lebih bersifat alkalis. Tingkat keasamannya (pH) antara 10 - 12.

Detergen adalah Surfaktant anionik dengan gugus alkil (umumnya C9 – C15) atau garam dari sulfonat atau sulfat berantai panjang dari Natrium (RSO3- Na+ dan ROSO3- Na+) yang berasal dari derivat minyak nabati atau minyak bumi (fraksi parafin dan olefin).

Builders, salah satu yang paling banyak dimanfaatkan di dalam deterjen adalah phosphate. Phosphate memegang peranan penting dalam produk deterjen, sebagai softener air. Bahan ini mampu menurunkan kesadahan air dengan cara mengikat ion kalsium dan magnesium. Berkat aksi softenernya, efektivitas dari daya cuci deterjen meningkat.

Phosphate yang biasa dijumpai pada umumnya berbentuk Sodium Tri Poly Phosphate (STPP). Phosphate tidak memiliki daya racun, bahkan sebaliknya merupakan salah satu nutrisi penting yang dibutuhkan mahluk hidup. Tetapi dalam jumlah yang terlalu banyak, phosphate dapat menyebabkan pengkayaan unsur hara (eutrofikasi) yang berlebihan di badan air, sehingga badan air kekurangan oksigen akibat dari pertumbuhan algae (phytoplankton) yang berlebihan yang merupakan makanan bakteri.

Populasi bakteri yang berlebihan akan menggunakan oksigen yang terdapat dalam air sampai suatu saat terjadi kekurangan oksigen di badan air dan pada akhirnya justru membahayakan kehidupan mahluk air dan sekitarnya. Di beberapa negara, penggunaan phosphate dalam deterjen telah dilarang. Sebagai alternatif, telah dikembangkan penggunaan zeolite dan citrate sebagai builder dalam deterjen

DAMPAK-DAMPAK GEMPA BUMI (UNSUR ABIOTIK) TERHADAP UNSUR BIOTIK, UNSUR SOSIAL DAN UNSUR LAINNYA

Gempa bumi adalah getaran kulit bumi yang bisa disebabkan karena beberapa hal, di antaranya kegiatan magma (aktivitas gunung berapi), terjadinya tanah turun, maupun karena gerakan lempeng di dasar samudra. Manusia dapat mengukur berapa intensitas gempa, namun manusia sama sekali tidak dapat memprediksikan kapan terjadinya gempa. Oleh karena itu, bahaya yang ditimbulkan oleh gempa lebih dahsyat dibandingkan dengan letusan gunung berapi. Pada saat gempa berlangsung terjadi beberapa peristiwa sebagai akibat langsung maupun tidak langsung, di antaranya:

1) Berbagai bangunan roboh.

Peristiwa gempa bumi yang banyak terjadi di berbagai tempat di dunia terutama di Indonesia sangat memberikan dampak bagi masyarakat maupun keadaan alam yang ada. Hal utama yang bisa terjadi saat gempa bumi adalah banyaknya bangunan yang roboh, ini membuat kebanyakan orang menjadi panik bahkan ada yang harus kehilangan anggota keluarganya yang tertimbun runtuhan bangunan. Dalam hal ini akan mempengaruhi psikologis seseorang yang harus kehilangan keluarganya. Pada sektor ekonomi, hampir semua aktifitas perekonomian terutama di perkantoran dan tempat perbelanjaan terhenti apabila terjadi gempa bumi karena orang lebih mengutamakan keselamatan jiwanya, ini akan mengurangi pendapatan di bidang ekonomi. Bahkan di rumah sakit banyak pasien yang harus dikeluarkan dari rumah sakit untuk keselamatannya dan hal ini secara tidak langsung akan mengurangi layanan kesehatan bagi para pasien. Selain itu banyak bangunan bersejarah misalnya candi yang rusak karena gempa bumi, padahal situs-situs ini sangat berharga bagi kelestarian budaya kita.

2) Tanah di permukaan bumi merekah, jalan menjadi putus.

Dampak yang satu ini akan sangat mempengaruhi dalam sektor perhubungan dan berbagai upaya memberi bantuan serta penyelamatan untuk para korban gempa. Hal ini juga akan berdampak pada kelestarian flora dan fauna di sekitar daerah terjadinya gempa karena banyak pepohonan yang tumbang dan hewan-hewan yang panik banyak yang terjatuh dalam belahan tanah yang ada.

3) Tanah longsor akibat guncangan.

Tanah longor lebih berdampak pada rusaknya daerah gempa yang bisa mengancam keberadaan manusia maupun flora dan fauna yang ada di sekitarnya. Dengan adanya longsor banyak korban yang meninggal tertimbun tanah longsoran tersebut, pohon tumbang dan banyak hewan yang mati. Ini dapat membuat keadaan sosial di tempat tersebut akan berubah, yang dulunya keluarganya masih utuh kini harus ada yang hilang. Yang dulunya hewan ternak banyak kini tinggal sedikit dan yang dulunya masih banyak pepohonan kini tinggal sedikit karena yang tersisa hanya hamparan tanah saja.

4) Terjadi banjir, akibat rusaknya tanggul.

Dengan terjadinya banjir, maka berbagai aspek akan mengalami gangguan bahkan kerusakan. Seperti terendamnya rumah warga, hanyutnya hewan ternak dan yang lebih mengkhawatirkan lagi banjir dapat menimbulkan berbagai penyakit.

5) Gempa yang terjadi di dasar laut dapat menyebabkan tsunami (gelombang pasang).

Inilah dampak yang paling membahayakan dari gempa bumi, karena tsunami dapat merusak semua sektor dan unsur yang ada. Dan tsunami juga dapat menambah kerugian yang sudah diakibatkan oleh gempa bumi sebelumnya.

SULFUR OKSIDA

A. SIFAT FISIKA DAN KIMIA

Gas belerang oksida atau Sulfur Oxide yang sering ditulis dengan SOx, terdiri dari gas SO2 dan gas SO3 yang keduanya mempunyai sifat berbeda. Gas SO2 berbau sangat tajam dan tidak mudah terbakar, sedangkan gas SO3 bersifat sangat reaktif. Gas SO3 mudah bereaksi dengan uap air yang ada di udara untuk membentuk asam sulfas atau H2SO4. Asam sulfat ini sangat reaktif, mudah bereaksi (memakan) benda-benda lain yang mengakibatkan kerusakan, seperti proses pengkaratan (korosi) dan proses kimiawi lainnya. Konsentrasi gas SO2 di udara akan mulai terdeteksi oleh indera manusia (tercium baunya) manakala konsentrasinya berkisar antara 0,3 – 1 ppm.

Hanya sepertiga dari jumlah sulfur yang terdapat di atmosfer merupakan hasil dari aktivitas manusia, dan kebanyakan dalam bentuk SO2 . Sebanyak dua pertiga dari jumlah sulfur di atmosfer berasal dari sumber-sumber alam seperti volcano, dan terdapat dalam bentuk H2S dan oksida. Masalah yang ditimbulkan oleh polutan yang dibuat manusia adalah dalam hal distribusinya yang tidak merata sehingga terkonsentrasi pada daerah tertentu, bukan dari jumlah keseluruhannya, sedangkan polusi dari sumber alam biasanya lebih tersebar merata. Transportasi bukan merupakan sumber utama polutan SOx tetapi pembakaran bahan bakar pada sumbernya merupakan sumber utama polutan SOx, misalnya pembakaran batu arang, minyak bakar, gas, kayu dan sebagainya.

Pembakaran bahan-bahan yang mengandung sulfur akan menghasilkan kedua bentuk sulfur oksida, tetapi jumlah relatif masing-masing tidak dipengaruhi oleh jumlah oksigen yang tersedia. Meskipun udara tersedia dalam jumlah cukup, SO2 selalu terbentuk dalam jumlah terbesar. Jumlah SO2 yang terbentuk dipengaruhi oleh kondisi reaksi, terutama suhu dan bervariasi dari 1 sampai 10% dari total SOx.

Mekanisme pembentukan SOx dapat dituliskan dalam dua tahap reaksi sebagai berikut :

S + O2 < --------- > SO2

2 SO2 + O2 < --------- > 2 SO3

SO3 di udara dalam bentuk gas hanya mungkin ada jika konsentrasi uap air sangat rendah. Jika uap air terdapat dalam jumlah cukup, SO3 dan uap air akan segera bergabung membentuk droplet asam sulfat ( H2SO4 ) dengan reaksi sebagai berikut :

SO SO2 + H2O2 ------------ > H2SO4

Komponen yang normal terdapat di udara bukan SO3 melainkan H2SO4 Tetapi jumlah H2SO4 di atmosfir lebih banyak dari pada yang dihasilkan dari emisi SO3 hal ini menunjukkan bahwa produksi H2SO4 juga berasal dari mekanisme lainnya.

Setelah berada diatmosfir sebagai SO2 akan diubah menjadi SO3 (Kemudian menjadi H2SO4) oleh proses-proses fotolitik dan katalitik Jumlah SO2 yang teroksidasi menjadi SO3 dipengaruhi oleh beberapa faktor termasuk jumlah air yang tersedia, intensitas, waktu dan distribusi spektrum sinar matahari, Jumlah bahan katalik, bahan sorptif dan alkalin yang tersedia. Pada malam hari atau kondisi lembab atau selama hujan SO2 di udara diaborpsi oleh droplet air alkalin dan bereaksi pada kecepatan tertentu untuk membentuk sulfat di dalam droplet.

B. SUMBER DAN DISTRIBUSI

Sepertiga dari jumlah sulfur yang terdapat di atmosfir merupakan hasil kegiatan manusia dan kebanyakan dalam bentuk SO2. Dua pertiga hasil kegiatan manusia dan kebanyakan dalam bentuk SO2. Dua pertiga bagian lagi berasal dari sumber-sumber alam seperti vulkano dan terdapat dalam bentuk H2S dan oksida. Masalah yang ditimbulkan oleh bahan pencemar yang dibuat oleh manusia adalah ditimbulkan oleh bahan pencemar yang dibuat oleh manusia adalah dalam hal distribusinya yang tidak merata sehingga terkonsentrasi pada daerah tertentu. Sedangkan pencemaran yang berasal dari sumber alam biasanya lebih tersebar merata. Tetapi pembakaran bahan bakar pada sumbernya merupakan sumber pencemaran SOX, misalnya pembakaran arang, minyak bakar gas, kayu dan sebagainya Sumber SOX yang kedua adalah dari proses-proses industri seperti pemurnian petroleum, industri asam sulfat, industri peleburan baja dan sebagainya.

Pabrik peleburan baja merupakan industri terbesar yang menghasilkan SOX. Hal ini disebabkan adanya elemen penting alami dalam bentuk garam sulfida misalnya tembaga ( CUFeS2 dan CU2S ), zink (ZnS), Merkuri (HgS) dan Timbal (PbS). Kebanyakan senyawa logam sulfida dipekatkan dan dipanggang di udara untuk mengubah sulfida menjadi oksida yang mudah tereduksi. Selain itu sulfur merupakan kontaminan yang tidak dikehandaki didalam logam dan biasanya lebih mudah untuk menghasilkan sulfur dari logam kasar dari pada menghasilkannya dari produk logam akhirnya. Oleh karena itu SO2 secara rutin diproduksi sebagai produk samping dalam industri logam dan sebagian akan terdapat di udara.

Gunung berapi juga mengeluarkan belerang dioksida (sulfur dioxide), gas berwarna yang dapat membahayakan kesehatan manusia dan mendinginkan iklim Bumi. Gambar ini menunjukkan konsentrasi sulfur dioksida pada tanggal 4-6 November 2010 seperti yang diamati oleh Ozone Monitoring Instrument (OMI) pada pesawat ruang angkasa NASA Aura.

Sulfur dioksida diukur di Dobson Unit yaitu konsentrasi terbesar muncul dalam gelap merah-coklat, sedangkan terendah dengan cahaya persik. Dobson biasanya digunakan untuk mengukur ozon dimana jumlah molekul gas yang akan membuat lapisan tebal 0,01 mm pada temperatur 0 derajat Celcius dan tekanan 1 atmosfer (tekanan udara di permukaan Bumi).

Pada tanggal 9 November 2010, Volcanic Ash Advisory Centre di Darwin, Australia, melaporkan awan belerang dioksida di Samudera Hindia pada ketinggian antara 40.000 hingga 50.000 kaki (12.000 hingga 15.000 meter) di troposfer atas.

Pengaruh belerang dioksida bervariasi tergantung pada jumlah yang dipancarkan, garis lintang di mana emisi terjadi, ketinggian di mana gas terkonsentrasi, dan angin regional serta pola cuaca. Pada tingkat dasar, belerang dioksida menyebabkan iritasi kulit, mata, dan saluran pernapasan bagian atas.
Pada ketinggian yang lebih tinggi, belerang dioksida dapat menjalani serangkaian reaksi kimia yang mempengaruhi lingkungan. Misalnya, Ketika bereaksi dengan uap air, sulfur dioksida membuat ion sulfat, prekursor menjadi asam sulfat. Selain risiko terjadinya hujan asam, ion-ion juga dapat bereaksi membentuk partikel cerminkan sinar matahari.

Jika sebuah gunung berapi di dekat khatulistiwa menyuntikkan jumlah yang cukup besar belerang dioksida ke stratosfer, reaksi kimia yang dihasilkan dapat membuat aerosol reflektif dimana melekat selama berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun sehingga terjadi pendinginan iklim karena merefleksikan sinar matahari. Gunung Merapi hanya 7,5 derajat selatan khatulistiwa diprediksi akan memiliki dampak tersebut.

Namun pada awal November, Merapi hanya mengeluarkan 1 persen dari apa yang dikeluarkan oleh Gunung Pinatubo di Filipina pada tahun 1991 dimana letusan ini memiliki efek yang dapat diukur pada suhu global, kata Simon Carn, ilmuwan OMI dari Michigan Technological University.

C. DAMPAK TERHADAP KESEHATAN

Pencemaran SOx menimbulkan dampak terhadap manusia dan hewan, kerusakan pada tanaman terjadi pada kadar sebesar 0,5 ppm.

Pengaruh utama polutan Sox terhadap manusia adalah iritasi sistim pernafasan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa iritasi tenggorokan terjadi pada kadar SO2 sebesar 5 ppm atau lebih bahkan pada beberapa individu yang sensitif iritasi terjadi pada kadar 1-2 ppm. SO2 dianggap pencemar yang berbahaya bagi kesehatan terutama terhadap orang tua dan penderitayang mengalami penyakit khronis pada sistem pernafasan kadiovaskular.

Individu dengan gejala penyakit tersebut sangat sensitif terhadap kontak dengan SO2, meskipun dengan kadar yang relatif rendah. Kadar SO2 yang berpengaruh terhadap gangguan kesehatan adalah sebagai berikut :

Konsentrasi ( ppm )

Pengaruh

3 – 5

Jumlah terkecil yang dapat dideteksi dari baunya

8 – 12

Jumlah terkecil yang segera mengakibatkan iritasi tenggorokan

20

Jumlah terkecil yang akan mengakibatkan iritasi mata

20

Jumlah terkecil yang akan mengakibatkan batuk

20

Maksimum yang diperbolehkan untuk konsentrasi dalam waktu lama

50 – 100

Maksimum yang diperbolehkan untuk kontrak singkat ( 30 menit )

400 -500

Berbahaya meskipun kontak secara singkat

Udara yang tercemar Sulfur Oksida (SOx) menyebabkan manusia akan mengalami gangguan pada sistem pernafasannya. Hal ini karena gas SOx yang mudah menjadi asam tersebut menyerang selaput lendir pada hidung, tenggorokan, dan saluran nafas yang lain sampai ke paru-paru. Serangan gas SOx tersebut menyebabkan iritasi pada bagian tubuh yang terkena.

Pengaruh utama polutan SOx terhadap manusia adalah iritasi sistem pernafasan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa iritasi tenggorokan terjadi pada konsentrasi SO2 sebesar 5 ppm atau lebih, bahkan pada beberapa individu yang sensitive iritasi terjadai pada konsentrasi 1-2 ppm. SO2 dianggap polutan yang berbahaya bagi kesehatan terutama terhadap orang tua dan penderita yang mengalami penyakit kronis pada sistem pernafasan dan kardiovaskular.

Sulfur dioksida (SO2) bersifat iritan kuat pada kulit dan lendir, pada konsentrasi 6-12 ppm mudah diserap oleh selaput lendir saluran pernafasan bagian atas, dan pada kadar rendah dapat menimbulkan spesme tergores otot-otot polos pada bronchioli, speme ini dapat menjadi hebat pada keadaan dingin dan pada konsentrasi yang lebih besar terjadi produksi lendir di saluran pernafasan bagian atas, dan apabila kadarnya bertambah besar maka akan terjadi reaksi peradangan yang hebat pada selaput lendir disertai dengan paralycis cilia, dan apabila pemaparan ini terjadi berulang kali, maka iritasi yang berulang-ulang dapat menyebabkan terjadi hyper plasia dan meta plasia sel-sel epitel dan dicurigai dapat menjadi kanker.

D. DAMPAK TERHADAP LINGKUNGAN

Selain menghasilkan energi, pembakaran sumber energi fosil (misalnya: minyak bumi, batu bara) juga melepaskan gas-gas, antara lain karbon dioksida (CO2), nitrogen oksida (NOx),dan sulfur dioksida (SO2) yang menyebabkan pencemaran udara (hujan asam, smog dan pemanasan global).

Emisi NOx (Nitrogen oksida) adalah pelepasan gas NOx ke udara. Di udara, setengah dari konsentrasi NOx berasal dari kegiatan manusia (misalnya pembakaran bahan bakar fosil untuk pembangkit listrik dan transportasi), dan sisanya berasal dari proses alami (misalnya kegiatan mikroorganisme yang mengurai zat organik). Di udara, sebagian NOx tersebut berubah menjadi asam nitrat (HNO3) yang dapat menyebabkan terjadinya hujan asam.

Emisi SO2 (Sulfur dioksida) adalah pelepasan gas SO2 ke udara yang berasal dari pembakaran bahan bakar fosil dan peleburan logam. Seperti kadar NOx di udara, setengah dari konsentrasi SO2 juga berasal dari kegiatan manusia. Gas SO2 yang teremisi ke udara dapat membentuk asam sulfat (H2SO4) yang menyebabkan terjadinya hujan asam.

Emisi gas NOx dan SO2 ke udara dapat bereaksi dengan uap air di awan dan membentuk asam nitrat (HNO3) dan asam sulfat (H2SO4) yang merupakan asam kuat. Jika dari awan tersebut turun hujan, air hujan tersebut bersifat asam (pH-nya lebih kecil dari 5,6 yang merupakan pH “hujan normal”), yang dikenal sebagai “hujan asam”. Hujan asam menyebabkan tanah dan perairan (danau dan sungai) menjadi asam. Untuk pertanian dan hutan, dengan asamnya tanah akan mempengaruhi pertumbuhan tanaman produksi. Untuk perairan, hujan asam akan menyebabkan terganggunya makhluk hidup di dalamnya. Selain itu hujan asam secara langsung menyebabkan rusaknya bangunan (karat, lapuk).

Smog merupakan pencemaran udara yang disebabkan oleh tingginya kadar gas NOx, SO2, O3 di udara yang dilepaskan, antara lain oleh kendaraan bermotor, dan kegiatan industri. Smog dapat menimbulkan batuk-batuk dan tentunya dapat menghalangi jangkauan mata dalam memandang.

Emisi CO2 adalah pemancaran atau pelepasan gas karbon dioksida (CO2) ke udara. Emisi CO2 tersebut menyebabkan kadar gas rumah kaca di atmosfer meningkat, sehingga terjadi peningkatan efek rumah kaca dan pemanasan global. CO2 tersebut menyerap sinar matahari (radiasi inframerah) yang dipantulkan oleh bumi sehingga suhu atmosfer menjadi naik. Hal tersebut dapat mengakibatkan perubahan iklim dan kenaikan permukaan air laut.

Emisi CH4 (metana) adalah pelepasan gas CH4 ke udara yang berasal, antara lain, dari gas bumi yang tidak dibakar, karena unsur utama dari gas bumi adalah gas metana. Metana merupakan salah satu gas rumah kaca yang menyebabkan pemasanan global.

Batu bara selain menghasilkan pencemaran (SO2) yang paling tinggi, juga menghasilkan karbon dioksida terbanyak per satuan energi. Membakar 1 ton batu bara menghasilkan sekitar 2,5 ton karbon dioksida. Untuk mendapatkan jumlah energi yang sama, jumlah karbon dioksida yang dilepas oleh minyak akan mencapai 2 ton sedangkan dari gas bumi hanya 1,5 ton.

E. PENGENDALIAN

1. PENCEGAHAN

1.1 Sumber Bergerak

a) Merawat mesin kendaraan bermotor agar tetap berfungsi baik

b) Melakukan pengujian emisi dan KIR kendaraan secara berkala

c) Memasang filter pada knalpot

1.2 Sumber Tidak Bergerak

a) Memasang scruber pada cerobong asap.

b) Merawat mesin industri agar tetap baik dan lakukan pengujian secara berkala.

c) Menggunakan bahan bakar minyak atau batu bara dengan kadar Sulfur rendah.

1.3 Bahan Baku

a) Pengelolaan bahan baku SO2 sesuai dengan prosedur pengamanan.

1.4 Manusia

Apabila kadar SO2 dalam udara ambien telah melebihi Baku Mutu (365mg/Nm3 udara dengan rata-rata waktu pengukuran 24 jam) maka untuk mencegah dampak kesehatan, dilakukan upaya-upaya :

a) Menggunakan alat pelindung diri (APD), seperti masker gas.

b) Mengurangi aktifitas diluar rumah.

2. PENANGGULANGAN

1) Memperbaiki alat yang rusak

2) Penggantian saringan/filter

3) Bila terjadi/jatuh korban, maka lakukan :

· Pindahkan korban ke tempat aman/udara bersih.

· Berikan pengobatan atau pernafasan buatan.

· Kirim segera ke rumah sakit atau Puskesmas terdekat.

PENUTUP

KESIMPULAN

Gas belerang oksida atau Sulfur Oxide yang sering ditulis dengan SOx, terdiri dari gas SO2 dan gas SO3 yang keduanya mempunyai sifat berbeda. Hanya sepertiga dari jumlah sulfur yang terdapat di atmosfer merupakan hasil dari aktivitas manusia, dan kebanyakan dalam bentuk SO2 . Sebanyak dua pertiga dari jumlah sulfur di atmosfer berasal dari sumber-sumber alam seperti volcano, dan terdapat dalam bentuk H2S dan oksida. Pencemaran Sulfur Oxide akan memberi dampak negatif terhadap kesehatan manusia dan juga lingkungan. Namun, ada beberapa upaya pengendalian yang dapat kita lakukan yaitu melalaui pencegahan dan penanggulangan terhadap pencemaran oleh Sulfur Oksida tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan. 2004. Parameter Pencemar Udara Dan Dampaknya Terhadap Kesehatan. http://m.depkes.go.id/downloads/Udara.PDF. Diakses tanggal : 22 November 2011.

Natalia, M. Shelvianita. 2009. Dampak Bahan Bakar Terhadap Lingkungan. http://images.mariasn92.multiply.multiplycontent.com. Diakses tanggal : 23 November 2011.

Prabu, Putra. 2008. Dampak Sulfur Oksida (SOX) Terhadap Kesehatan. http://putraprabu.wordpress.com/2008/12/30/dampak-sulfur-oksida-sox-terhadap-kesehatan/. Diakses tanggal : 23 November 2011

Volcanic Hazards Program. 2010. Volcanic gases and their effects. U.S. Geological Survey. http://volcanoes.usgs.gov/hazards/gas/index.php. Diakses tanggal : 24 November 2011.

Wolve, Jason. 2000. Volcanoes and Climate Change (DAAC Study). http://earthobservatory.nasa.gov/Features/Volcano/ Diakses tanggal : 24 November 2011